PERATURAN DESA CITEUREUP
NOMOR 3 TAHUN 2013
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN PEMEKARAN PEMILIHAN DAN PELANTIKAN PENGURUS RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DI DESA CITEUREUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA CITEUREUP
a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2007 tentang Lembaga Kemasyarakatan, Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) merupakan salah satu jenis lembaga kemasyarakatan;
b. Bahwa sesuai dengan Peraturan Bupati Bandung Nomor 67 Tahun 2011 Tentang Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di Kabupaten Bandung;
c. bahwa dalam upaya meningkatkan efektifitas penyelenggaraan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat di desa dan Kelurahan dalam wilayah Kabupaten Bandung, dipandang perlu untuk dilakukan pengaturan mengenai pembinaan dan penataan Rukun Tetangga dan Rukun Warga sebagai salah satu lembaga kemasyarakatan yang dibentuk melalui musayawarah dan atau pemilihan secara lebih baik, tertib dan teratur;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Desa Citeureup tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pemekaran, Pemilihan dan Pelantikan Pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) Di Desa Citeureup;
1. Undang–Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang–Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonasia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4826);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 05 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan;
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa;
13. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2004 Nomor 29 Seri D);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 7 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2006 Nomor 7 Seri D);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2006 Nomor 8 Seri D);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 10 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Yang Pengaturannya Diserahkan Kepada Desa Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 10);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Pemerintah Desa dan Perangkat Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 11);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 12 Tahun 2007 tentang Lembaga Kemasyarakatan (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 12);
19. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 13);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 17 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 17);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 21);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 22 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan di wilayah Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2007 Nomor 22);
23. Peraturan Bupati Bandung Nomor 67 Tahun 2011 temtamg Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di Kabupaten Bandung (Berita Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2011 Nomor 67)
Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA CITEUREUP
dan
KEPALA DESA CITEUREUP
MEMUTUSKAN
PERATURAN DESA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN PEMEKARAN PEMILIHAN DAN PELANTIKAN PENGURUS RUKUN TETANGGA (RT) RUKUN WARGA (RW) DI WILAYAH DESA CITEUREUP KECAMATAN DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam peraturan Desa ini yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah Desa Citeureup.
2. Pemerintah Desa adalah Pemerintah Desa Citeureup.
3. BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa Citreureup
4. Kepala Desa Aldalah Kepala Desa Citeureup
5. Sekretaris Desa adalah unsur Perangkat Desa Citeureup selaku Pimpinan Sekretariat Desa yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
6. Kepala Urusan adalah unsur perangkat Desa yang bertugas melakukan urusan-urusan pelayanan staf atau ketatausahaan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Desa.
7. Kepala Seksi adalah unsure perangkat Desa sebagai pelaksana tekhnis yang mempunyai tugas melaksanakan administrasi Pemerintah Desa, melaksanakan pembinaan, pengembangan, perekonomian, pembangunan, menjaga ketertiban, keamanan masyarakat desa yang bertanggungjawab kepada Kepala Desa.
8. Kepala Dusun adalah unsur perangkat Desa yang bertugas melakukan urusan-urusan wilayah yang berada di wilayah dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
9. Rukun Tetangga dan Rukun Warga adalah organisasi masyarakat yang keberadaannya diakui dan dibina pemerintah untuk memelihara dan melestarikan nilia-nilai kehidupan masyarakat yang berdasarkan gotong royong dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di Desa yang selanjutnya disebut RT dan RW.
10. Kop naskah dinas adalah bagian teratas gari naskah yang memuat sebutan RT dan RW yang bersangkutan.
11. Papan nama adalah papan nama atu plang yang menerangkan RT RW yang bersangkutan.
12. Swadaya masyarakat adalah kemampuan dari warga masyarakat dengan kesadaran maupun inisiatif sendiri guna mengadakan usaha-usaha untuk pemenuhan kebutuhan bidang pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
13. Gotong royong adalah kegiatan dalam bentuk kerjasama yang spontan dan sudah melembaga dengan pemerintah guna memenuhi kebutuhan yang dilakukan secara berkesinambungan dalam rangka meningkatkan pembangunan di Desa.
14. RW induk adalah wilayah dimana Ketua RW (sebelum pemekaran) berdomisili.
15. RT induk adalah wilayah dimana Ketua RT (sebelum pemekaran) berdomosili.
16. Pemerintah desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintag Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam pemerintahan Negara Republik Indonesia.
BAB II
KEDUDUKAN MAKSUD DAN TUJUAN PEMBENTUKAN RT DAN RW
Pasal 2
KEDUDUKAN
RT dan RW adalah Orgsnisasi kemasyarakatan yang keberadaannya diakui dan dibina oleh pemerintah serta masing-masing dipimpin oleh seorang ketua (kepengurusan)
Pasal 3
MAKSUD DAN TUJUAN PEMBENTUKAN
RT dan RW dibentuk dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang berdasar gotong royong dan kekeluargaan.
2. Membantu kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
3. Menhimpun seluruh potensi swadaya masyarakat dalam usaha meningkatkan masyarakat yang sejahtera.
BAB III
PEMBENTUKAN, KEWARGAAN DAN KEANGGOTAAN RT DAN RW
Pasal 4
PEMBENTUKAN RT
1. Pembentukan RT dimusyawarahkan oleh Kepala Dusun dan pengurus atau tokoh masyarakat RT yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Di lingkungan RT sebanyak-banyaknya terdiri dari 60 Kepala Keluarga dan sekurang-kurangnya terdiri dari 30 Kepala Keluarga.
b. Pelaksanaan dari ketentuan huruf a dalam ayat ini adalah dengan cara membagi seluruh Kepala Keluarga yang berada di wilayah yang bersangkutan.
c. Disetiap komplek asrama atau tempat pemukiman lain yang sejenis sesuai dengan keadaan dapat dibentuk RT.
d. Bila terjadi pemekaran yang telah memenuhi syarat sesuai pada huruh a, b dan c pada ayat iniserta mendapat persetujuan dari paling sedikit 50 % + 1 suara dari hak pilih warga RT yang bersangkutan, maka atas dasar inisiatif warga RT tersebut dibentuk pengurus atau pejabat sementara untuk masa bhakti sekurang-kurangnya 3 bulan dan paling lama 6 bulan.
2. Hasil musyawarah dan mufakat sebagai mana dimaksud pada ayat (1) Pasal 4 berlaku setelah mendapat pengesahan dari Badan Permusyawaratan Desa.
Pasal 5
PEMBENTUKAN RW
Pembentukan RW di musyawarah kan oleh Kwpala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap RW sebanyak-banayaknya terdiri dari 7 RT dan sekurang-kurangnya 3 RT.
b. Setiap Dusun sebanyak-banayaknya terdiri dari 6 RW dan sekurang-kurangnya 4 RW.
c. Pelaksanaan dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b adalah dengan cara membagi seluruh wilayah yang ada di Desa.
d. Setiap komplek, asrama dan tempat pemukiman sejenis dapat dibentuk RW dengan memperhatikan ketentuan pada Pasal 5 ayat (1) huruf a, b dan c.
Pasal 6
PEMEKARAN DAN PERUBAHAN BATAS WILAYAH RW
1. Dalam hal wilayah, jumlah penduduk dan kemungkinan perkembanganya, maka ketua RW dapat musyawarah warga untuk melakukan pemekaran dengan memperhatikan syarat-syarat pemekaran RW.
2. Syarat – syarat pemekaran RW adalah sebagai berikut:
a. Jumlah penduduk lebih dari 450 Kepala Keluarga dalam satu RW sebelum di mekarkan.
b. Adnya persetujuan dari wargs sekurang-kurangnya 50 % + 1 suara dari jumlah Kepala Keluarga (KK) dan dibuktikan dengan berita acara yang dilampiri daftar hadir.
c. Pembagian asset diserahkan kepada RW induk berdasarkan berita acara hasil musyawarah.
d. RW induk adalah pengurus dan tokoh masyarakat dan warga RW lama setelah dipisahkan atau dimekarkan dengan RW baru hasil pemekaran.
e. Adanya batas wilayah yang jelas, baik berupa batas alam (jalan, gang, sungai, parit).
f. Dibuatkan peta wilayahnya dan disetujui RW induk.
g. Adanya pernyataan kesanggupan dari warga untuk diadakan perubahan administrasi berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK) dan identitas lainnya serta dibuktikan dengan surat pernyataan bersama diatas materai.
h. Melampirkan nama daerah yang akan dimekarkan yang tidak boleh sama dengan nama RW induk.
i. Apabila pada diktum Pasal 6 ayat (2) huruf a sampai dengan h, baik secara keseluruhan atau salah satu ada yang tidak terpenuhi, maka pemekaran tidak dapat dilaksanakan dan dapat diajukan lagi pada tahun berikutnya setelah memenuhi syarat.
3. Ketua RW sesuai dengan ketentuan ayat (1) Pasal ini diwajibkan untuk mengajukan permohonan berupa proposal kepada Kepala Desa sebagai bahan untuk di kaji dan dibahas oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa guna mendapat pengesahan dari Badan Permusyawaratan Desa atas nama Bupati Kepala Daerah.
4. Usulan atau permohonan pemekaran dan perubahan atas wilayah harus berdasarkan hasil musyawarah RW yang disetujui dan ditanda tangani oleh 50 % + 1 suara dari jumlah Kepala Keluarga.
5. Apabila terjadi pemekaran yang telah memenuhi syarat, maka Kepala Desa atas usulan dari tokoh masyarakat dan disetujui oleh Badan Permusyawaratan Desa, segera menunjuk pejabat sementara Ketua RW yang dimekarkan sampai terbentuknya ketua RW yang baru.
6. Pejabat sementara Ketua RW sebagai mana dimaksud pada ayat 5 diatas selanjutnya dengan segera mengadakan musyawarah guna membentuk panitia pemilihan Ketua RW sekurang-kurangnya selama 3 bulan dan selambat-lambatnya selama 6 bulan.
7. Pemekaran dan perubahan batas wilayah dinyatakan sah apabila telah mendapat pengesahan Badan Permusyawaratan Desa atas nama Bupati Kepala Daerah dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
KEWARGAAN
1. Warga RT dan RW adalah setiap Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang secara sah tercatat dalam Kartu Keluarga sebagai penduduk setempat yang bertempat tinggal tetap dalam wilayah RT atau RW yang bersangkutan.
2. Warga yang berdomisili dalam wilayah Desa tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) ini adlah bukan sebagai warga RT dan RW yang bersangkutan.
Pasal 8
KEANGGOTAAN
1. Anggota RT adalah warga RT setempat yang terdaftar pada Kartu Keluarga.
2. Anggota RW adalah anggota RT atau RW setempat.
3. Warga RT atau RW berhak untuk dipilih menjadi Pengurus RT atau RW.
4. Anggota RT atau RW adalah warga setempat sebagaimana diimaksud dalam pasal ini yang menjadi Kepala Keluarga dan warga yang mempunyai hak pilih.
BAB IV
TUGAS, HAK DAN KEWAJIBAN WARGA RT DAN RW
Pasal 9
TUGAS WARGA RT DAN RW
Tugas warga RT dan RW adalah sebagai berikut:
a. Membantu terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis dan seimbang antara pribadinya dan lingkungannya.
b. Menggerakan gotong-royong, swadaya dan partisipasi masyarakat.
c. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban dalam rangka menjaga stabilitas nasional.
d. Membantu menyebarluaskan dan melaksanakan program pemerintah
e. Menjebatani kepentingan dan hubungan antar anggota masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan pemerintah.
f. Membantu penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tugas pemerintah.
g. Berperan aktif dalam membantu tugas pembinaan wilayah dan tugas mengelolaan dlam rangka menciptakan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 10
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA RT DAN RW
1. Hak warga RT dan RW adlah :
a. Setiap warga RT atau RW berhak memilih dan dipilih sebagai pengurus RT dan RW.
b. Berhak mengajukan usul dan pendapat dalam musyawarah RT atau RW.
2. Kewajiban warga RT dan RW
a. Setiap warga RT atau RW berkewajiban turut aktif melaksanakan hal-hal yang menjadi tugas pokok organisasi RT atau RW.
b. Setiap warga RT atau RW berkewajiban turut serta secara aktif melaksanakan muyawarah RT atau RW.
c. Membantu menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah Desa.
d. Memelihara keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup dalam masyarakat.
e. Menyusun reencana, melaksanakan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya masyarakat.
f. Pendataan kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintahan lainnya.
g. Turut serta dalam pembuatan gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya masyarakat.
h. Penggerak swadaya, gotong-royong dan partisipasi masyarakat diwilayahnya.
3. Hak dan kewajiban Waraga Negara Asing (WNA)
a. Tidak memiliki hak untuk dipilih dan memilih ataupun diangkat menjadi pengurus RT dan RW.
b. Wajib mengikuti dan melaksanakan ketentuan-ketentuan hasil musyawarah RT dan RW setempat.
c. Dapat mengajukan usul atau pendapat dalam musyawarah bila diminta pimpinan musyawarah.
BAB V
KEPENGURUSAN RT DAN RW
Pasal 11
PENGURUS RT
1. Susuna pengurus RT terdiri dari:
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Bendahara
d. Beberapa orang pembantu disesuaikan dengan kebutuhan bila dipandang perlu.
2. Setruktur kepengurusan RT sebagaimana tercantumg pada ayat 1 pasal ini.
Pasal 12
PENGURUS RW
1. Susunan pengurus RW terdiri dari :
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Bendahara
d. Seksi-seksi yang terdiri dari :
1. Agama
2. Keamanan, ketertiban dan ketentraman
3. Pendidikan dan hubungan masyaraakat
4. Lingkungan hidup
5. Ekonomi, pembangunan dan koperasi.
6. Kesehatan dan Keluarga Berencana
7. Pemuda dan olahraga
8. Kesejahteraan social, Seni dan Budaya.
9. Beberapa orang pembantu disesuaikan dengan kebutuhan bila dipandang perlu.
2. Setruktur kepengurusan RW sebagaimana tercantumg pada ayat 1 pasal ini.
BAB VI
SYARAT-SYARAT PENCALONAN PENGURUS RT DAN RW
Pasal 13
1. Yang dapat dipilih menjadi pengurus RT dan RW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 diatas terdiri dari:
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Setia dan taat pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Pemerintah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan Surat keterangan dari Kepolisian, jujur, adil dan bertanggung jawab.
d. Tidak pernah terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam upaya menghianati Negara dan Pemerintah ata organisasi terlarang lainnya.
e. Berpendidikan serendah-rendahnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat serta memiliki wawasan kemasyarakatan.
f. Telah menjadi warga RT atau RW setempat sekurang-kurangnya 6 bulan berturut-turut.
g. Tidak sedang dicabut hak pilihnya oleh pengadilan.
h. Berusia serendah-rendahnya 21 tahun atau sudah menikah dan terdaftar dalam Kartu Keluarga.
i. Lulus seleksi administrasi yang diadakan oleh tim seleksi Desa.
2. Kelengkapan administrasi bakal calon Ketua RT dan RW terdiri dari :
a. Surat lamaran bakal calon.
b. Photo Copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang telah di legalisir.
c. Surat pernyataan siap Kalah atau Menang
d. Surat pernyataan tidak akan menggugat terhadap hasil pemilihan
e. Surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri apabila diterima menjadi Calon.
f. Surat ijin suami atau istri
g. Surat keterangan catatan kepolisian (SKCK)
h. Photo Copy ijazah terakhir yang dilegalisir serta menunjukan aslinya.
i. Surat keterangan sehat dari dokter.
j. Visi dan Misi
k. Pas Photo berwarna ukuran 4 x 6 sejumlah 5 lembar.
BAB VII
PANITIA PEMILIHAN DAN TATA CARA PEMILIHAN ATAU PENGANGKATAN KETUA RT DAN KETUA RW
Pasal 14
PANITIA PEMILIHAN KETUA RT
1. Untuk dapat diselenggarakan pemilihan Ketua dan pengurus RT terlebih dahulu harus dibentuk panitia pemilihan Ketua RT yang hasilnya dituangkan dalam berita acara hasil musyawarah masyarakat setempat.
2. Sesuai dengan ayat 1 Pasal ini panitia ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
3. Susunan panitia pemilihan ketua RT terdiri dari:
a. Ketua : Tokoh Masyarakat Setempat
b. Sekretaris : Tokoh Masyarakat Setempat
c. Anggota : masyarakat setempat bila dianggap perlu
Pasal 15
PANITIA PEMILIHAN KETUA RW
1. Untuk dapat diselenggarakan pemilihan Ketua dan pengurus RW terlebih dahulu harus dibentuk panitia pemilihan Ketua RW yang hasilnya dituangkan dalam berita acara hasil musyawarah masyarakat setempat.
2. Sesuai dengan ayat 1 Pasal ini panitia ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
3. Susunan panitia pemilihan ketua RW terdiri dari:
a. Ketua : Tokoh Masyarakat Setempat
b. Sekretaris : Tokoh Masyarakat Setempat
c. Anggota : masyarakat setempat paling banyak 7 orang atau
Jumlah ganjil dan dapat ditunjuk oleh Ketua Panitia.
4. Sebelum diadakan pemilihan Ketua RW maka tiap RT berhak menetapkan calon dari RT masing-masing.
5. Apabila bakal calon lebih dari 5 (lima) orang maka panitia pemilihan mengadakan, tes tertulis dan wawancara hingga giperoleh 5 calon.
6. Biaya pemilihan bersumber dari swadaya masyarakat.
7. Panitia pemilihan mengadakan pendataan pemilih mulai dari Daftar Pemilih Sementara sampai Daftar Pemilih Tetap.
8. Apabila ketentuan ayat 7 pasal ini tidak terpenuhi maka paniti mengadakan pendataan penduduk yang memiliki hak pilih untuk ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Sementara (DPS).
9. Daftar Pemilih Sementara dan Daftar Pemilih Tetap ditetapkan oleh panitia pemilihan ketua RW.
10. Tekhnis tentang pemilihan diatur dengan tata tertib panitia pemilihan.
Pasal 16
TATA CARA PEMILIHAN DAN PENGANGKATAN KETUA RT DAN RW
1. Ketua RT dan Ketua RW dipilih dari warga setempat yang telah memenuhi persyaratan.
2. Panitia pemilihan Ketua RT dan Ketua RW yang terbentuk melaksanakan pemilihan Ketua RT dan Ketua RW dengan azas musyawarah dan mufakat.
3. Musyawarah RT dan RW sebagaimana yang dimaksud ayat 2 dalam pasal ini dianggap sah berdasarkan kesepakatan musyawarah mufakat.
4. Apabila sebagaimana yang dimaksud pada ayat 3 pasal ini tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara yang yang ditentukan dengan suara tebanyak.
5. Pemilihan ketua RT dan ketua RW dianggap sah berdasarkan perolehan suara terbanyak serta dihadiri oleh 50 % + 1 jumlah hak pilih di wilayah RT atau RW yang bersangkutan.
6. Apabila ketentuan ayat 6 pasal ini tidak terpenuhi maka panitia menunda pemilihan tersebut sekurang-kurangnya 1 x 24 jam dan selambat-lambatnya 2 x 24 jam. Dan apabila hal tersebut tidak tercapai juga maka Kepala Desa bersama BPD dapat menunjuk pejabat sementara pengurus RT atau RW.
7. Pengurus RT atau RW dinyatakan terpilih apabila memperoleh suara terbanyak dari hak pilih yang hadir yang telah melakukan pemungutan suara, apabila terdapat perolehan suara terbanyak yang sama diantara kedua (2) calon maka diadakan pemilihan ulang yang diikuti oleh calon yang perolehan suara terbanyak sama.
8. Apabila ketentuan ayat 6, 7 dan 8 pasal ini tidak terpenuhi juga maka kepala Desa berhak menunjuk pejabat sementara ketua RT atau ketua RW paling lama 6 bulan dan dan segera mengadakan pemilihan berikutnya.
9. Kepala Desa mengeluarka surat keputusan pengangkatan pengurus RT atau RW secara lengkap sebagaimana dimaksud pada pasal 11 peraturan Desa ini setelah mendapatkan pengesahan dari BPD.
10. Kepala Desa melantik pengurus RT dan RWsesuai hasil pemilihan yang telah dilaksanakan yang didasarkan pada berita acara hasil pemilihan serta surat permohonan pelantikan ketua RT atau RW terpilih dari panitia pemilihan ketua RT atau RW.
BAB VIII
TUGAS HAK DAN KEWAJIBAN PENGURUS RT DAN RW
Pasal 17
1. Pengurus RT mempunyai tugas dan kewajiban untuk melaksanakan:
a. Tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam peraturan Desa ini.
b. Keputusan musyawarah warga.
c. Membina kerukunan higup warga.
d. Membuat laporan mengenai kegiatan sekurang-kurangnya 6 bulan sekali.
e. Melaporkan hal-hal yang terjadi dalam masyarakat yang dianggap perlu kepada Kepala Desa.
f. Bertanggung jawab terhadap pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengurus RT berhak untuk menyampaikan saran-saran dan pertimbangan kepada pengurus RW mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan pelayanan dan kemasyarakatan.
3. Pengurus RW berhak untuk manyampaikan saran-saran dan pertimbangan kepada Kepala Desa, mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas pemerintah dan kemasyarakatan.
4. Pengurus RT atau RW selalu melaporkan segala kegiatan kepada warga melalui musyawarah.
BAB IX
MASA BHAKTI PENGURUS RT DAN RW
Pasal 18
1. Masa bhakti pengurus RT dan RW adalah 5 (lima) tahun, terhitung mulai tanggal masa tugas pengesahan dan pelantikan atau tanggal pengangkatan oleh Kepala Desa.
2. Ketua RT dan RW hanya dapat dipilih 2 (dua) kali periode masa jabatanya secara berturut turut dan dapat dicalonkan kembali setelah dilewati 1 (satu) periode masa jabatan kepengurusan yang lain.
3. Apabila ayat 1 dan 2 ayat ini tidak terpenuhi maka atas keinginan seluruh warga masyarakat panitia pemilihan mengajukan perpanjangan jabatan Ketua RT atau RW berdasarkan musyawarah mufakat dengan terlebih dahulu membuka pendaftaran pencalonan RT atau RW tahap II.
4. Apabila hanya terdapat 1 (satu) bakal calon sampai habis masa pendaftaran tahap I maka panitia membuka pendaftaran bakal calon RT atau RW tahap II.
5. Apa bila tidak ada bakal calon yang lain sampai habis waktu pendaftaran tahap II maka panitia mengajukan bakal calon tersebut menjadi calon untuk disetujui pada musyawarah warga masyarakat dan sekurang-kurangnya mendapat persetujuan 50 % + 1 dari jumlah Kepala Keluarga peserta musyawarah yang hadir dan dibuktikan dengan berita acara yang dilampiri dengan tanda tangan peserta musyawarah dan diketahui oleh ketua panitia.
6. Ababila ketentuan ayat 5 pasal ini tidak terprnuhi karena calon tidak mendapat persetujuan 50 % + 1 suara dari jumlah Kepala Keluarga yang hadir maka pnitia dan warga masyarakat mengadakan musyawarah lanjutan untuk menyetujui ketua RT atau RW yang dicalonkan warga masyarakat yang hadir pada musyawarah tersebut dan minimal mendapat persetujuan sekurang kurangnya 50 % + 1 Suara dari jumlah Kepala Keluarga peserta musyawarah yang hadir dan dibuktikan dengan berita acara yang dilampiri dengan tanda tangan peserta musyawarah dan diketahui oleh ketua panitia.
7. Apabila tidak ada yang mencalonkan selama 2 (dua) kali Pendaftaran berturut-turut maka panitia mengadakan persiapan musyawarah warga untuk perpanjangan jabatan ketua RT atau RW yang lama untuk menjabat pada periode berikutnya dan dibuktikan dengan melampirkan berita acara pembukaan dan penutupan pendaftaran tahap I dan tahap II.
8. Musyawara warga untuk perpanjangan jabatan ketua RT atau RW lama yang dimaksud ayat 7 diatas harus mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 50 % + 1 Suara Suara dari jumlah Kepala Keluarga peserta musyawarah yang hadir dan dibuktikan dengan berita acara yang dilampiri dengan tanda tangan peserta musyawarah dan diketahui oleh ketua panitia.
9. Apabila ayat 7 dan 8 pasl ini tidak tercapai maka panitia dan warga mengadakan musyawarah untuk mendapatkan calon dari peserta musyawarah yang hadir pada musyawarah tersebut dengan mendapat persetujuan 50 % + 1 suara dari peserta yang hadir dan dibuktikan dengan berita acara yang dilampiri dengan tanda tangan peserta musyawarah dan diketahui oleh ketua panitia.
10. Warga dari peserta musyawarah pada pasal ini terdiri dari Kepala Keluarga sekurang-kurangnya 16 (enam belas) Kepala Keluarga dari setiap RT yang di undang oleh panitia berdasarkan pertimbangan ketua RT dari RW yang bersangkutan.
11. Pengurus RT atau RW diganti atau diberhentikan sebelum habis masa jabatan apabila :
a. Meninggal dunia
b. Atas permintaan sendiri (mengundurkan diri)
c. Terbukti melakukan tindak pidana sesuai hukum yang berlaku
d. Pindah tempat tinggal dari lingkungan RT atau RW yang bersangkutan.
e. Rangkap jabatan dengan urusan Pemerintahan Desa.
12. Ketua RT atau Ketua RW yang berhenti sebelum masa bhaktinya berakhir maka jabatan ketua di jabat oleh sekretaris sampai terpilihnya ketua RW yang baru.
13. Apabila ketentuan sebagaimana ayat (12) pasal ini, maka Panitia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) menyelenggarakan Pemilihan Ketua Baru dalam tempo selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan.
14. Ketua RT, 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa bhaktinya sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (12) pasal ini serta Pasal 7 dan Pasal 8 berkewajiban memberitahukan kepada Kepala Desa melalui Ketua RW dengan tembusan kepada Kepala Keluarga.
15. Ketua RW, 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa bhaktinya sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (12) pasal ini serta Pasal 7 dan pasal 8 berkewajiban memberitahukan kepada Kepala Desa/Lurah melalui Ketua RW dengan tembusan kepada Ketua RT dan Kepala Keluarga.
BAB X
PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN KETUA RT DA RW
Pasal 19
Ketua RT dan RW berhenti atau diberhentikan sebelum masa bhaktinya apabila :
a. Meninggal dunia
b. Mengundurkan diri
c. Pindah tempat tinggal atau menjadi warga di RW lain dan bukan lagi penduduk desa setempat.
d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai pengurus sebagaimana dimaksud pada pasal 16.
e. Sebab-sebab lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau norma-norma kehidupan masyarakat seperti norma agama, hukum, adat istiadat, etika dan moral.
Pasal 20
1. Setiap berakhirnya masa bhakti ketua RT, pemberhentian atau penggantian sebelum berakhir masa bhaktinya , ketua RW berkewajiban memberitahukan kepada anggota RT tentang pemberhentian atau penggantian ketua RT tersebut dan melaporkan kepada Kepala Desa.
2. Setiap berakhirnya masa bhakti ketua RW, pemberhentian atau penggantian sebelum berakhir masa bhaktinya , Pemerintah Desa berkewajiban memberitahukan kepada anggota RW tentang pemberhentian atau penggantian ketua RW.
Pasal 21
1. Dengan berakhirnya masa bhakti ketua RT dan Ketua RW, pemberhentian atau penggantian sebelum berakhir masa bhaktinya, maka jabatan ketua di pegang oleh sekretaris sampai diadakan pemilihan ketua RT atau RW yang baru.
2. Kepala Desa memproses pemilihan ketua RT dan RW yang baru sebagai pengganti ketua RT dan RW yang berakhir masa bhaktinya, berhenti atau diganti dalam tempo paling lambat 1 (satu) bulan sesuai dengan tata cara pemilihan dan pengangkatan ketua RT dan RW sebagai mana di maksud pada pasal 12.
BAB XI
MUSYAWARAH RT DAN RW
Pasal 22
1. Musyawarah RT dan RW sekurang-kurangnya dilakukan 6 (enam) bulan sekali atau atas dasar permintaan tertulis sekurang-kurangnya 50 % + 1 dari jumlah anggotanya.
2. Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini diantaranya untuk:
a. Merumuskan dan menentukan program kerja.
b. Menyempurnakan susunan pengurus.
c. Menerima dan mengesahkan pertanggung jawaban pengurus.
d. Mengadakan evaluasi.
e. Menentukan sikap menghadapi masalah-masalah yang ada di masyarakat.
3. Musyawarah dianggap sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 50% + 1 dari jumlah anggota.
4. Bila ketentuan ayat 3 pasal ini tidak tercapai maka musyawarah diundur sekurang-kurangnya 1 x 24 jam dan musyawarah berikutnya dianggap sah dan dapat menetapkan suatu keputusan tanpa memperhatikan jumlah anggota yang hadir.
5. Musyawarah RT atau RW dipimpin oleh ketua.
6. Musyawarah RT atau RW dipimpin oleh sekretaris atau anggota yang lainnya bila ketua berhalangan hadir.
7. Keputusan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini ditetapkan atas dasar mufakat.
8. Bila ketentian ayat 6 dari pasal ini tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
BAB XII
SUMBER DANA RT DAN RW
Pasal 23
1. Untuk kelancaran tugas pengurus RT atau RW, dapat mengusahakan sumber dana yang didapat dari sumbangan masyarakat yang sifatnya tidak mengikat.
2. Perencanaan dan pelaksanaan pencairan dan pengumpulan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini dikoordinasikan dengan Kepala Desa dan mengacu pada ketentuan hukum Pemerintah Desa.
3. Pengelolaan keuangan yang diperoleh dari masyarakat dilaksanakan secara tertib dan teratur serta melaporkan secara tertulis sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali kepada Kepala Desa dan menginformasikan kepada masyarakat.
4. Hasil sumberdana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini digunakan bagi kegiatan yang menunjang kelancaran tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan.
BAB XIII
KEKAYAAN
Pasal 24
1. Segala kekayaan atau inventaris milik RT atau RW dicatat secara tertib dan teratur serta dipelihara dengan sebaik-baiknya.
2. Segala inventaris RT atau RW diserahterimakan bersama dengan serahterima jabatan ketua RT atau RW.
BAB XIV
ADMINISTRASI RT DAN RW
Pasal 25
1. Buku-buku administrasi RT atau RW terdiri dari :
a. Buku induk penduduk.
b. Buku penduduk sementara.
c. Buku perubahan penduduk.
d. Buku kartu keluarga.
e. Buku kartu tanda penduduk.
f. Buku pengurus.
g. Buku surat keluar dan maduk.
h. Buku ekspedisi
i. Buku musyawarah atau notulen rapat.
j. Buku kas.
k. Buku tamu.
l. Buku kejadian.
m. Buku kegiatan.
Pasal 26
1. Kelengkapan administrasi RT atau RW berupa naskah dinas terdiri dari :
a. Surat dinas.
b. Surat edaran
c. Surat keterangan
d. Surat pengantar
e. Surat ijin
f. Surat undangan
g. Surat laporan
BABA XV
SETEMPEL RT DAN RW
Pasal 27
BENTUK UKURAN DAN ISI
1. Stempel RT atau RW berbentuk empat persegi panjang.
2. Ukuran setempel RT adalah Panjang 5 Cm dan Lebar 2 Cm.
3. Ukuran setempel RW adalah Panjang 6 Cm dan Lebar 2,5 Cm.
4. Isi stempel RT adalah :
a. Nama Desa.
b. Nomor RT.
c. Nomor RW dan Nama Kampung.
5. Isi stempel RW adalah :
a. Nama Desa.
b. Nomor RW.
c. Nama Kecamatan.
Pasal 28
PENGGUNAAN STEMPEL RT DAN RW
1. Yang berhak menggunakan setempel adalah :
a. Ketua RW atau pengurus RW yang ditunjuk.
b. Ketua RT atau pengurus RT yang ditunjuk.
Pasal 29
1. Stempel menggunakan tinta warna ungu.
2. Setempel dibubuhkan disebelah kiri tanda tangan naskah dinas.
BAB XVI
KOP NASKAH DINAS RT DAN RW
Pasal 30
BENTUK DAN ISI
1. Kop dinas RT berisi :
a. Nomor RT.
b. Nomor RW dan Nama Kampung.
c. Nama Desa.
d. Nama Kecamatan.
2. Kop dinas RW berisi :
a. Nomor RW dan Nama Kampung.
b. Nama Desa.
c. Nama Kecamatan.
d. Nama Kabupaten.
Pasal 31
PENGGUNAAN KOP NASKAH DINAS
Kop naskah RT dan RW dipergunakan untuk naskah yang ditanda tangani oleh ketua RT dan RW atau salah seorang pengueus RT dan RW yan ditunjuk.
BAB XVII
PAPAN NAMA RT DAN RW
Pasal 32
BENTUK UKURAN DAN ISI
1. Papan nama RT dan RW berbentuk empat persegi panjang.
2. Ukuran papan nama RT adalah Panjang 80 Cm dan Lebar 40 Cm.
3. Ukuran papan nama RW adalah Panjang 100 Cm dan Lebar 50 Cm
4. Papan nama RT bertuliskan :
a. Nomor RW.
b. Nomor RT.
c. Nama kampong (ditulis nama jalan, kampung dan nomor)
5. Papan nama RW bertuliskan :
a. Nama Pemerintah Desa.
b. Nomor RW.
c. Nama kampong (ditulis nama jalan, kampung dan nomor)
Pasal 33
PENEMPATAN
1. Papan nama RT ditempatkan di depan kantor RT atau di suatu tempat yang dianggap tempat ketua dan pengurus RT melaksanakan tugasnya.
2. Papan nama RW ditempatkan di depan kantor RW atau di suatu tempat yang dianggap tempat ketua dan pengurus RW melaksanakan tugasnya.
BAB XVII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
1. Pembinaan dan pengawasan terhadap RT dilakukan oleh pengurus RW dan dilakukan secara bersama-sama dengan Kepala Dusun serta Kepala Desa atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Desa.
2. Pembinaan dan pengawasan terhadap RW dilakukan oleh Kepala Dusun dan Kepala Desa atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Desa.
3. Kepengurusan RT atau RW sebagai organisasi kemasyarakatan yang diakui dan dibina oleh pemerintah, harus taat kepada segala peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah Desa.
Pasal 35
1. Pengawas keuangan dilingkungan RT dilakukan oleh pengurus RW.
2. Pengawas keuangan dilingkungan RW dilakukan oleh Kepala Dusun dan Kepala Desa atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Desa.
3. Kepala Dusun atau Kepala Desa bila dipandang perlu dapat mengadakan pemeriksaan keuangan kepada RT dan RW.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini akan diatur lebih lanjut dalam Keputusan Kepala Desa.
Pasal 37
Peraturan Desa ini mulai berlaku sejak tanggal di tetapkan dan akan diadakan perubahan apabila dipandang perlu.
download file asli klik
di sini
pasword :
https://www.facebook.com/koestijanto